jangan percaya HAK CIPTA

TUHAN ITU BERNAMA HASRAT


Bahkan tuhan pun tak bisa menahan kecepatan teknologi manusia

dimanakah tuhan ketika manusia lebih memilih memuja uang, dimanakah tuhan ketika gaya hidup tidak lagi mencerminkan orang yang bertuhan. Rintihan itu begitu kuat terasa di zaman yang begitu memuja kecepatan, ketika kebudayaan tidak lagi dibatasi oleh kata tabu.

Akses informasi yang begitu cepat dewasa ini disadari atau tidak telah merubah watak manusia menjadi manusia pemuja benda. Hal inilah yang selama ini terjadi dalam kehidupan manusia modern, paradigma kebendaan begitu kuat dalam kehidupan dan menjadikan hubungan manusia dan tuhan menjadi masalah pribadi yang seharusnya agama bisa menjadikan solusi bagi kehidupan bermasyarakat.

Paradigma inilah yang membuat manusia menjadi manusia yang individualis dan menjadikan banyak tuhan dalam masyarakat, ada yang mentuhankan pesepak bola, musisi, perancang mode, dan lain lain. Seperti itulah jika hasrat menjadi nomor satu dalam kehidupan, jika kita lihat misisi, pemain sepak bola, dan perancang mode tersebut hanyalah sama dengan manusia lainnya hanyalah mereka diberi bakat dan mengasahnya, tapi jangan lupakan peran media dalam mempromosikan namanya. [eran media sangatlah besar dalam emmbentuk paradigma kebendaan ini.

Iklan yang membanjiri media setiap hari kita lihat dan kita baca menjadikan setiap produk menjadi penting bagi kehidupan, bahkan saat ini ecantikan yang seharusnya relatif tapi sekarang sudah mempunyai standarisasi, itulah fenomena kehidupan manusia sekarang.

Paradigma kebendaan ini membuat kuasa tuhan seakan hilang oleh derasnya kuasa komunikasi dan informasi, hal inilah yang mermbuat manusia seakan asing pada dirinya sendiri. Teknologi yang begitu cepat berganti memaksa manusia untuk untuk terus berlomba untuk mengikutinya, tapi yang terpenting adalah apakah teknologi itu membuat manusia menjadi lebih baik? Lebih mudah mungkin benar tapi jika membuat kehidupan lebih baik mending kita lihat dari efek teknologi, banyak sekali efek samping yang membuat dunia yang menjadi tempat hidupo satu satunya bagi manusia (karena sampai saat ini belum ditemukan planet yang mempunyai unsur yang sama dengan bumi) menjadi sakit.

Kondisi kehidupan seperti ini hanyalah membuat manusia bergelut dengan hasrat mereka dan hanya sedikit menyisakan sedikit ruang untuk penajaman hati, penumbuhan kebijaksanaan, meningkatkan kesalehan, dan pencerahan spiritual.

Jika kita mau meluangkan sedikit waktu untuk melihat kehidupan masyarakat kita saat ini, kita begitu bangga memakai pakaian yang bermerk atau makan di di McDonald padahal sudah banyak penelitian yang menjelaskan bahwa makanan tersebut adalah makanan yang tidak sehat.

Padahal perut kita tak pernah protes jika kita makan di warteg atau warung makan pinggir jalan, tapi persoalannya adalah perusahaan tersebut berhasil memainkan hasrat kita dan memberikan prestise tersendiri jika makan dan memakai barang tersebut, tapi apakah arti prestise itu?.

Dalam masyarakat modern memang pencitraan mendapat tempat nomor satu dalam kehidupan bahkan agama memerlukan citra tersebut seperti bagaimana islam mati matian memperbaiki citra yang buruk akibat propaganda barat tentang terorisme yang selalu dihubungka hubungkan dengan Islam atau bahkan agama Budha menjadi begitu populer akibat banyaknya publik figure yang masuk agama ini.

Dalam kebudayaan yang dikuasai hawa nafsu ketimbang kedalaman spiritual, maka revolusi kebudayaan tak lebih dari revolusi pada penghambaan diri bagi pelepasan hawa nafsu, menurut Felix Guattary kini tidak ada lagi perjuangan revolusioner yang dapat hidup tanpa menghambakan diri pada hawa nafsu. Dari pernyataan Felix Guattari ini bisa dipahami bagaimana citraan yang sudah timbuh dalam persepsi manusia, hingga batas benar dan salah, normal dan abnormal begitu tipis atau bahkan tidak ada.

Fenomena saat ini adalah siapa yang menguasai komunikasi dan informasi maka dialah yang menguasai kebenaran, suka atau tidak suka memang itulah kenyataannya.

Hilangnya batas wilayah

Dalam kehidupan modern jarak wilayah tidak lagi menjadi suatu hambatan, dikarenakan kemajuan teknologi komunikasi yang begitu cepat sehingga manusia menjadi lebih sering untuk menggunakan teknologi ketimbang bertatap langsung disinilah usaha yang dilakukan untuk mencapai sesuatu menjadi lebih mudah dan membentuk paradigma kemudahan dalam persepsi manusia.

Bentukan budaya kapitalis membuat manusia terasa seperti tamu dirumahnya sendiri, mereka dipaksa untuk mengkonsumsi yang sebetulnya tidak mereka butuhkan. Maka terbentuklah istilah sophakholic atau penggila belanja, apakah manfaat barang yang mereka beli belum tentu mereka tahu

Pergeseran makna makna belanja yang seharusnya sebagai sarana untuk pemenuhan kebutuhan hidup menjadi sebuah kesenangan ini menjadikan manusia sebagai budak hasrat, padahal dalam agama manapun dijelaskan bahwa ambilah secukupnya dan dalam agamapun dijelaskan bahwa manusia harus saling memberi pada sesama, tapi karena kebutuhan sudah dibentuk manusia tidak bisa lagi membedaka yang mana kebutuhan dan yang mana hasrat.

Keadaan ini sangat menyedihkan memang mengingat keadaan dunia ini yang semakin sakit untuk terus dipaksa memproduksi barang yang sebetulnya tidak mereka butuhkan.

Dunia disakiti hingga melebihi batas kemapuannya untuk bertahan, dan manusiapun terus memproduksi barang yang tidak mereka butuhkan, yang jelas jelas hal itu menyakiti dunia hingga dunia berada pada batas ketahanannya.

Pernahkah kita meluangkan sedikit waktu untuk merenung, berpikir secara bijak apakah dunia yang sekarang kita tinggali telah memberi sebuah pencerahan atau sedikitnya pemahaman akan sebuah kondisi yang kita sekarang? Mungkin dunia sudah menjawabnya, tetapi kebodohan kita saja yang tidak sadar akan jawaban yang telah diberikan oleh dunia, atau mungkin Nitzhe benar bahwa Tuhan telah mati karena ketidak sanggupanNYA untuk mengatur dunia.

0 Comments:

Post a Comment




 

Blog Template by Adam Every. Sponsored by Business Web Hosting Reviews