Bulan Ramadhan datang lagi, bulan yang penuh komersialisme, bulan yang penuh penghamburan, bulan yang tepat menjual agama bagi kapialis. Memang sudah beberapa tahun ini aku merasa gelisah melihat fenomena dibulan ramadhan, aku pikir bulan ramadhan sudah kehilangan makna luhurnya yang seharusnya bulan ramadhan menjadi bulan penuh rahmat.
Ahh tapi begitulah hebatnya kapitalisme, baginya semua bisa menjadi komoditi yang mendatangkan banyak uang. Sungguh kecewa rasanya melihat tingkah prilaku masyarakat yang semakin konsumtif di bulan ini, padahal ramadhan mengajarkan kita harus mengendalikan hawa nafsu. Jadi apa sebenarnya bulan Ramadhan, apakah bulan penghaburan uang , bulan makan enak, atau bulan bermalas malasan?
Aku pikir ketiga hal itu benar, cobalah lihat Mall atau pusat perbelanjaan, begitu sesak oleh manusia yang sedang menghamburkan uang, atau bulan makan enak? Jangan bohong, dibulan ramadhan menu makanan kita berubah secara drastis, kita bisa menikmati kolak, sop buah yang tentu di bulan biasa kita jarang sekali menikmatinya. Atau yang terakhir bulan bermalas malasan, hahahahaha serentak saja kita mengatur kembali jadwal kegiatan kita, misalnya sekolah yang biasa masuk jam 07 00 menjadi 08 00 hal ini tidak beda jauh dengan jam kantor, atau kita lebih banyak tidur dengan alasan tidur di bulan Ramadhan itu ibadah.
Sebetulnya Ramadhan adalah saatnya kita merasakan penderitaan orang miskin agar hati kita bisa terasah akan penderitaan mereka, bukan sebaliknya malah menyakiti hati mereka, tentu dengan kita menghamburkan begitu banyak uang hal itu akan menyakiti mereka secara psikologis, kalo menurut Piere Bourdoe hal itu merupakan kekerasana simbol.
Kekerasan simbol? Yang dengan kita menghamburkan materi kita didepan orang miskin, tentu hal itu akan menyakit psikologis mereka, tidak percaya? Cobalah tanya sendiri! Tapi tentu dengan bahasa yang mereka mengerti.
Melihat fenomena itu mungkin lebih baik kita mengubah idiom bulan Ramadhan dari MARHABAN YAA RAMADHAN menjadi MARHABAN YAA KOMERSIL.
